Dalam dunia bisnis, perdagangan dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu perdagangan besar (grosir) dan perdagangan eceran (ritel). Memahami perbedaan keduanya sangat penting agar Anda dapat menentukan strategi yang tepat sebelum memulai usaha.
Pengertian Perdagangan Besar dan Eceran
Dalam dunia bisnis, perdagangan dapat dikategorikan menjadi dua jenis utama, yaitu dan perdagangan eceran (ritel). Kedua jenis perdagangan ini memiliki peran penting dalam rantai distribusi barang dari produsen hingga ke tangan konsumen akhir.
1. Perdagangan Besar (Grosir)
Perdagangan besar adalah kegiatan membeli barang dalam jumlah besar dari produsen atau distributor utama, kemudian menjualnya kembali kepada pengecer atau pelaku usaha lainnya, bukan langsung ke konsumen akhir.
Ciri-ciri Perdagangan Besar:
- Membeli dan menjual dalam jumlah besar.
- Menjual barang kepada pedagang lain (bukan konsumen akhir).
- Harga lebih murah per unit dibanding harga eceran.
- Biasanya berlokasi di kawasan pergudangan atau pusat distribusi.
Contoh Perdagangan Besar:
- Distributor bahan makanan yang menjual ke minimarket dan warung.
- Grosir pakaian yang memasok ke toko-toko fashion.
- Supplier alat elektronik yang menjual ke toko retail.
2. Perdagangan Eceran (Ritel)
Perdagangan eceran adalah kegiatan menjual barang langsung ke konsumen akhir dalam jumlah kecil atau satuan.
Ciri-ciri Perdagangan Eceran:
- Menjual langsung ke pelanggan individu.
- Pembelian dalam jumlah kecil atau satuan.
- Harga lebih tinggi dibanding harga grosir.
- Memiliki toko fisik atau platform online yang mudah diakses konsumen.
Contoh Perdagangan Eceran:
- Supermarket yang menjual kebutuhan sehari-hari ke konsumen.
- Toko pakaian yang melayani pembeli per item.
- Warung kelontong yang menjual produk dalam kemasan kecil.
Perbedaan Perdagangan Besar dan Eceran dalam Dunia Bisnis
Volume penjualan dalam bisnis. Perdagangan dapat dikategorikan menjadi dua jenis utama, yaitu perdagangan besar (grosir/wholesale) dan perdagangan eceran (retail). Meskipun keduanya berperan dalam rantai distribusi, terdapat perbedaan signifikan dalam cara operasionalnya. Berikut adalah Perbedaan perdagangan grosir dan ritel:
1. Definisi
- Perdagangan Besar (Grosir/Wholesale): Kegiatan jual beli barang dalam jumlah besar kepada pengecer atau pelaku usaha lainnya, bukan langsung kepada konsumen akhir.
- Perdagangan Eceran (Retail): Kegiatan jual beli barang dalam jumlah kecil atau satuan langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi.
2. Target Pasar
- Pedagang besar (grosir) : Menjual barang kepada pengecer, distributor, atau pelaku usaha lain.
- Pedagang eceran (ritel): Menjual barang langsung kepada konsumen individu.
3. Skala Penjualan
- Grosir: Volume transaksi besar dengan harga lebih murah per unit.
- Retail: Volume transaksi lebih kecil dengan harga lebih tinggi per unit karena mencakup biaya distribusi dan pemasaran.
4. Lokasi dan Distribusi
- Grosir: Biasanya beroperasi dari gudang atau pusat distribusi, tanpa memerlukan toko fisik yang menarik bagi konsumen.
- Retail: Memiliki toko fisik atau online yang menarik bagi pelanggan, seperti supermarket, toko serba ada, atau marketplace.
5. Harga dan Keuntungan
- Grosir: Menawarkan harga lebih rendah karena membeli dalam jumlah besar dari produsen, tetapi margin keuntungannya lebih kecil per unit.
- Retail: Harga lebih tinggi karena ada tambahan biaya operasional dan keuntungan per unit lebih besar.
6. Hubungan dengan Produsen
- Pedagang besar (grosir) : Lebih dekat dengan produsen, sering kali membeli langsung dari mereka dalam jumlah besar.
- Pedagang eceran (ritel) : Bergantung pada grosir atau distributor untuk pasokan barang.
7. Contoh Usaha
- Grosir: Pasar grosir, distributor barang elektronik, pemasok bahan baku industri.
- Retail: Supermarket, minimarket, toko pakaian, e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia.
Pajak dan Regulasi dalam Perdagangan Besar dan Eceran
Pelaporan pajak usaha dan regulasi yang berlaku pada perdagangan besar (grosir) dan perdagangan eceran (retail) memiliki beberapa perbedaan yang perlu dipahami. Berikut adalah aspek pajak dan regulasi yang mengatur kedua jenis perdagangan ini di Indonesia:
1. Pajak dalam Perdagangan Besar dan Eceran
a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Perdagangan Besar:
- Jika omzet melebihi Rp4,8 miliar per tahun, wajib menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan memungut PPN sebesar 11%
- Jika tidak mencapai batas tersebut, dapat memilih untuk menjadi PKP atau tetap sebagai non-PKP.
Wajib memungut PPN 11% jika merupakan PKP.- Pengecer biasanya menggunakan faktur pajak sederhana tanpa mencantumkan identitas pembeli.
b. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh Badan (PPh Pasal 25/29):
- Berlaku bagi usaha berbadan hukum seperti PT atau CV dalam perdagangan grosir maupun eceran.
- Tarif pajak badan 22% dari laba kena pajak.
PPh Final UMKM (PP 55/2022 – Pasal 60 Ayat 2):
- Berlaku bagi usaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.
- Tarif pajak 0,5% dari omzet bruto.
c. Pajak Daerah
- Perdagangan eceran yang memiliki toko fisik bisa dikenakan pajak daerah seperti Pajak Reklame jika memasang iklan di toko.
- Beberapa daerah juga menerapkan Retribusi Izin Usaha untuk toko retail yang beroperasi di lokasi strategis.
2. Regulasi dalam Perdagangan Besar dan Eceran
a. Legalitas usaha dagang dan Perizinan Usaha
Regulasi perdagangan Besar:
- Memerlukan Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai identitas usaha.
- Jika menjual produk tertentu (misalnya makanan, obat, atau kosmetik), perlu regulasi perdagangan melalui sistem izin usaha di Indonesia dari BPOM atau sertifikasi lain.
- Wajib memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) kategori besar.
Regulasi perdagangan Eceran:
- Juga membutuhkan NIB dan SIUP kategori kecil atau menengah sesuai skala usaha.
- Jika memiliki toko fisik di pusat perbelanjaan, mungkin perlu izin operasional dari pemerintah daerah.
b. Regulasi Konsumen
- Regulasi perdagangan Eceran lebih banyak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999).
- Harus mencantumkan harga jelas dan tidak boleh menipu konsumen dengan informasi yang salah.
c. Regulasi Distribusi
- Perdagangan Besar sering berurusan dengan aturan impor-ekspor jika barang berasal dari luar negeri.
- Wajib mematuhi regulasi kepabeanan dan bea masuk jika beroperasi sebagai importir atau eksportir.
Jenis Jenis Perdagangan Besar
Dalam dunia bisnis, perdagangan besar (grosir/wholesale) dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan model distribusi dan hubungan dengan produsen serta pengecer. Berikut adalah jenis-jenis sistem distribusi usaha perdagangan besar yang umum:
1. Pedagang Besar (Wholesaler)
Pedagang besar membeli barang dalam jumlah besar langsung dari produsen dan menjualnya ke pengecer atau bisnis lain tanpa menjual langsung ke konsumen akhir.
Contoh: Distributor makanan dan minuman yang memasok produk ke supermarket dan minimarket.
2. Distributor
Sistem manajemen persediaan distributor adalah perantara utama yang membeli produk dari produsen dalam jumlah besar dan mendistribusikannya ke pedagang besar, pengecer, atau bahkan langsung ke pelanggan bisnis (B2B). Pengelolaan stok barang distributor adalah salah satu aspek penting dalam operasional bisnis, baik untuk perdagangan besar (grosir) maupun perdagangan eceran (retail). Pengelolaan yang baik dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan memastikan produk tersedia tepat waktu bagi pelanggan.
Ciri-ciri:
- Memiliki jaringan distribusi luas.
- Bekerja sama langsung dengan produsen.
- Bisa memiliki gudang penyimpanan besar.
Contoh: Distributor barang elektronik seperti ponsel dan laptop yang memasok ke toko ritel.
3. Agen atau Perwakilan Penjualan
Agen tidak memiliki stok sendiri, tetapi bertindak sebagai perantara antara produsen dan pembeli (pengecer atau distributor). Mereka mendapatkan komisi berdasarkan penjualan.
Ciri-ciri:
- Tidak menyimpan stok barang.
- Fokus pada negosiasi dan pemasaran produk produsen.
- Biasanya menangani produk dengan spesifikasi tertentu, seperti alat kesehatan atau mesin industri.
Contoh: Agen properti yang menjual rumah dari developer tanpa memiliki properti sendiri.
4. Importir dan Eksportir
Importir: Membeli produk dari luar negeri dalam jumlah besar untuk dijual ke pasar domestik.
Eksportir: Menjual produk dalam jumlah besar ke luar negeri.
Ciri-ciri:
- Berurusan dengan regulasi bea cukai dan perizinan ekspor-impor.
- Biasanya bekerja dengan distributor lokal.
Contoh: Importir pakaian dari China yang memasok ke pedagang grosir di Indonesia.
5. Pedagang Besar Khusus (Specialized Wholesaler)
Jenis pedagang grosir yang hanya fokus pada satu jenis produk atau industri tertentu.
Contoh: Pedagang grosir bahan bangunan seperti semen dan besi. Grosir farmasi yang hanya menjual obat-obatan ke apotek dan rumah sakit.
6. Dropshipper dan Supplier Online
Dalam era digital, banyak pedagang besar beroperasi tanpa menyimpan stok sendiri, yaitu melalui model dropshipping. Mereka membeli dari produsen atau distributor dan mengirim langsung ke pelanggan tanpa menyimpan barang.
Ciri-ciri:
- Memanfaatkan platform e-commerce.
- Tidak perlu gudang penyimpanan besar.
- Bekerja sama dengan supplier utama untuk memenuhi pesanan.
Contoh: Supplier pakaian dari China yang bekerja sama dengan pedagang online di Indonesia.
Jenis Jenis Perdagangan Eceran
Perdagangan eceran (retail) adalah aktivitas penjualan barang atau jasa langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi. Berikut adalah beberapa jenis perdagangan eceran yang umum:
1. Berdasarkan Lokasi dan Bentuk Toko
a. Toko Kelontong (Traditional Retailers)
- Usaha kecil yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari.
- Biasanya dikelola oleh individu atau keluarga.
- Harga lebih fleksibel dan bisa melakukan sistem kredit kecil-kecilan.
Contoh: Warung sembako, toko kelontong di lingkungan perumahan.
b. Minimarket & Supermarket
- Menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga dengan konsep swalayan.
- Produk lebih lengkap dibanding toko kelontong.
Contoh: Indomaret, Alfamart, Superindo, Hypermart.
2. Department Store
Menjual berbagai kategori produk seperti pakaian, peralatan rumah tangga, dan kosmetik dalam satu lokasi besar. Biasanya berada di pusat perbelanjaan atau mal.
Contoh: Matahari, SOGO, Ramayana.
a. Pasar Tradisional
- Tempat bertemunya penjual dan pembeli secara langsung dengan sistem tawar-menawar.
- Menjual berbagai kebutuhan mulai dari bahan makanan, pakaian, hingga barang elektronik.
Contoh: Pasar Tanah Abang, Pasar Senen, Pasar Bringharjo.
b. Toko Khusus (Specialty Store)
- Fokus menjual produk tertentu dengan variasi yang lebih banyak.
- Biasanya memiliki pelayanan lebih personal.
Contoh: Toko kosmetik (The Body Shop), toko gadget (Erafone), toko olahraga (Adidas Store).
3. Berdasarkan Model Penjualan
a. Perdagangan Eceran Konvensional
- Penjualan dilakukan secara langsung melalui toko fisik.
- Interaksi antara penjual dan pembeli lebih personal.
b. Perdagangan Eceran Online (E-Commerce Retailers)
- Menjual produk secara online melalui website atau marketplace.
- Bisa menjangkau pasar lebih luas tanpa perlu toko fisik.
Contoh: Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada.
c. Perdagangan Eceran Keliling (Mobile Retailers)
- Penjual bergerak ke berbagai lokasi untuk menawarkan produk.
Contoh: Pedagang kaki lima, pedagang sayur keliling, tukang bakso.
d. Perdagangan Langsung (Direct Selling)
- Produk dijual langsung ke pelanggan tanpa melalui toko fisik.
- Biasanya menggunakan sistem MLM atau konsultasi pribadi.
Contoh: Oriflame, Tupperware, Herbalife.
e. Vending Machine
- Penjualan otomatis melalui mesin tanpa interaksi langsung dengan penjual.
Contoh: Mesin kopi otomatis, vending machine minuman dingin di stasiun.
Sanksi Jika Kode KBLI yang digunakan salah atau terbalik untuk Perdagangan Besar dan Eceran
Kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) adalah standar yang digunakan untuk mengelompokkan jenis usaha di Indonesia. Jika suatu bisnis menggunakan kode KBLI yang salah atau terbalik—misalnya, menggunakan kode KBLI perdagangan besar (grosir) untuk usaha eceran atau sebaliknya—maka bisa menghadapi beberapa konsekuensi hukum dan administratif.
`1. Sanksi Administratif
Jika kode KBLI tidak sesuai dengan kegiatan usaha yang sebenarnya, pemerintah dapat memberlakukan sanksi administratif, seperti:
a. Peringatan Tertulis
Badan usaha akan mendapatkan peringatan dari OSS (Online Single Submission) atau instansi terkait jika ditemukan kesalahan dalam penggunaan KBLI.
b. Pembekuan Nomor Induk Berusaha (NIB)
NIB bisa dibekukan sementara oleh BKPM atau instansi terkait jika ditemukan ketidaksesuaian antara KBLI dan kegiatan usaha.
c. Pencabutan Izin Usaha
Jika bisnis tidak segera memperbaiki kode KBLI yang salah, izin usaha bisa dicabut permanen, sehingga bisnis tidak dapat beroperasi secara legal.
2. Sanksi Perpajakan
Kesalahan kode KBLI juga dapat berdampak pada kewajiban perpajakan, termasuk:
a. Kesalahan dalam Penghitungan Pajak
Setiap kode KBLI menentukan kewajiban pajak tertentu. Jika kode KBLI tidak sesuai, perusahaan bisa salah dalam membayar PPN, PPh Badan, atau pajak lainnya.
Kesalahan ini bisa menyebabkan koreksi pajak, denda, atau bahkan pemeriksaan pajak lebih lanjut.
b. Denda dan Sanksi Pajak
Jika ditemukan ketidaksesuaian dalam KBLI saat pemeriksaan pajak, Pajak usaha perusahaan bisa dikenakan denda hingga 2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar (Pasal 13 UU KUP No. 28 Tahun 2007).
3. Sanksi hukum usaha
a. Sanksi Pidana Administratif
Jika kesalahan kode KBLI menyebabkan bisnis beroperasi tanpa izin yang sesuai, maka bisa dianggap sebagai usaha ilegal.
Sesuai UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perusahaan yang beroperasi tanpa izin bisa dikenakan sanksi administratif hingga denda besar.
b. Dugaan Pemalsuan Dokumen
Jika kesalahan kode KBLI disengaja untuk menghindari pajak atau memperoleh keuntungan tertentu, maka bisa dianggap sebagai pemalsuan dokumen yang dapat dikenai sanksi pidana sesuai Pasal 263 KUHP dengan ancaman penjara hingga 6 tahun.
Dalam regulasi usaha di Indonesia, perdagangan besar (grosir) dan eceran (retail) memiliki kategori kode KBLI yang berbeda karena skala, target pasar, dan regulasi pajak yang berlaku. Jika pelaku usaha menjalankan keduanya secara bersamaan tanpa izin yang sesuai, ada beberapa risiko dan sanksi yang dapat dikenakan.
Sanksi Jika Perdagangan Besar dan Eceran Dilakukan Secara Bersamaan atau Digabung
1. Sanksi Administratif
a. Peringatan dan Teguran dari Pemerintah
Jika ditemukan ketidaksesuaian antara KBLI yang terdaftar dengan kegiatan usaha di lapangan, pemilik usaha bisa mendapatkan teguran tertulis dari OSS atau instansi terkait seperti Dinas Perdagangan.
b. Pembekuan Nomor Induk Berusaha (NIB)
Jika peringatan tidak ditindaklanjuti, pemerintah dapat membekukan NIB sementara hingga pelaku usaha melakukan perubahan kode KBLI atau mengurus izin tambahan.
c. Pencabutan Izin Usaha
Jika usaha terus berjalan tanpa perubahan KBLI yang sesuai, pemerintah bisa mencabut izin usaha, menyebabkan bisnis tidak dapat beroperasi secara legal.
2. Sanksi Perpajakan
a. Kesalahan Kewajiban Pajak
Perdagangan Besar memiliki kewajiban pajak yang berbeda dari Perdagangan Eceran. Jika keduanya dilakukan tetapi hanya satu jenis KBLI yang didaftarkan, bisa terjadi kesalahan dalam pelaporan pajak.
Kesalahan ini bisa menyebabkan pemeriksaan pajak (audit) dan koreksi pajak.
b. Denda Pajak
Jika usaha tidak membayar pajak yang sesuai, maka bisa dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar (Pasal 13 UU KUP No. 28 Tahun 2007).
3. Sanksi Hukum
a. Usaha Ilegal atau Tidak Berizin
Menjalankan usaha di luar cakupan izin yang diberikan dapat dikategorikan sebagai usaha ilegal sesuai UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020.
Bisa dikenakan sanksi berupa denda administratif atau bahkan pencabutan izin operasional.
b. Dugaan Pemalsuan Data Perizinan
Jika usaha menjalankan kedua jenis perdagangan tetapi hanya mendaftarkan salah satu KBLI untuk menghindari pajak atau regulasi tertentu, bisa dianggap sebagai pemalsuan dokumen usaha.
Sesuai Pasal 263 KUHP, tindakan ini dapat dikenakan sanksi penjara hingga 6 tahun.
Solusi untuk Menghindari Sanksi
1. Daftarkan KBLI yang Sesuai
Jika bisnis ingin melakukan perdagangan besar dan eceran, pastikan memiliki dua kode KBLI yang sesuai, misalnya:
- KBLI 46411 (Perdagangan Besar Pakaian)
- KBLI 47711 (Perdagangan Eceran Pakaian)
2. Update Perizinan di OSS
Segera lakukan perubahan kode KBLI melalui OSS untuk mencerminkan jenis usaha yang dijalankan.
- Konsultasi dengan Konsultan Pajak atau Hukum
- Jika sudah terlanjur beroperasi tanpa izin yang sesuai, segera konsultasikan untuk menghindari risiko denda atau sanksi lebih lanjut.
Kesimpulan:
Perdagangan besar (grosir) dan perdagangan eceran (retail) adalah dua jenis model bisnis yang sangat berbeda dalam hal skala, proses, dan regulasi yang terlibat. Memahami perbedaan keduanya sangat penting bagi siapa saja yang ingin memulai bisnis, karena ini akan mempengaruhi segala hal mulai dari perizinan, pajak, hingga strategi pemasaran dan distribusi.
Perdagangan Besar (Grosir)
Biasanya melibatkan transaksi dalam jumlah besar, dan produk dijual kepada pengecer atau bisnis lainnya, bukan langsung ke konsumen akhir.
Memerlukan izin usaha yang lebih kompleks, seperti Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) kategori besar.
Pajak yang dikenakan seringkali terkait dengan transaksi besar, seperti PPN dan PPh Badan yang lebih rumit.
Perdagangan Eceran (Retail)
- Melibatkan penjualan barang langsung kepada konsumen akhir dalam jumlah kecil.
- Usaha ritel lebih fokus pada pengalaman pelanggan dan layanan langsung.
- Menggunakan pajak yang lebih sederhana, dan biasanya beroperasi dengan faktur pajak sederhana. Perdagangan eceran juga memiliki kewajiban untuk mematuhi Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
- Menggabungkan Perdagangan Besar dan Eceran
Jika sebuah bisnis berencana untuk melakukan kedua model secara bersamaan, penting untuk memahami dan mendaftarkan dua kode KBLI yang sesuai untuk memastikan bahwa semua aspek bisnis dijalankan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pelaku usaha yang tidak mengikuti regulasi atau menggunakan kode KBLI yang salah dapat menghadapi sanksi administratif, pajak tambahan, dan denda hukum.
Secara keseluruhan, memahami perbedaan antara perdagangan besar dan eceran sebelum memulai bisnis adalah langkah kunci untuk menghindari kesalahan operasional dan regulasi. Dengan pemahaman yang baik, Anda bisa memilih model bisnis yang tepat dan mempersiapkan izin serta kewajiban perpajakan sesuai dengan jenis usaha yang akan dijalankan. Jika Anda berencana untuk menggabungkan kedua jenis perdagangan, pastikan Anda mengikuti prosedur yang tepat untuk menghindari sanksi.
Ingin Bisnis Anda Legal dan Bebas Kendala?
Jangan biarkan urusan legalitas menghambat pertumbuhan bisnis Anda! Dengan Legalyn, pengurusan izin usaha menjadi lebih mudah, cepat, dan aman. Kami siap membantu Anda dalam:
- Pendirian PT, CV, dan PMA
- Pembuatan SBUJK, ISO, & Sertifikasi Usaha
- Pendaftaran Merek & HAKI
- Virtual Office & Dokumen Legal Lainnya